Mengunjungi
Jordania tidaklah lengkap bila belum ke Laut Mati, yang terkenal dengan
kadar garam tinggi. Belakangan ini kadar garam di sana terancam menurun
karena permukaannya terus anjlok. Apa penyebabnya?
ANDREA
awalnya tampak ragu. Maklum, sang pacar, Fabio, hendak melumurkan
lumpur yang diambil dari kedalaman Laut Mati berwarna hitam kelam itu ke
kulitnya yang putih mulus. Tetapi, setelah melihat di kanan kiri ada
begitu banyak “manusia lumpur”, turis asal Italia itu pun mengangguk
setuju. Jadilah pasangan kekasih itu bergantian saling menghitamkan
tubuh mereka. Mulai rambut hingga kaki. Hanya menyisakan mata.
“Jangan
khawatir, (lumpur) ini gampang dibersihkan. Justru kulit kita akan
terlihat lebih muda dan terhindar dari berbagai penyakit,” kata Fabio
kepada Andrea. Benarkah? Berbagai hasil penelitian memang menunjukkan
tingginya khasiat kandungan mineral air laut, terutama dari Laut Mati
yang kandungan garamnya sangat tinggi, mencapai hampir 35 persen.
Konon,
ada 35 jenis mineral yang terkandung di laut yang sebenarnya danau
seluas 18 kilometer persegi dengan panjang 67 kilometer persegi
tersebut. Dari kekayaan kandungan Laut Mati itu pula, berbagai produk
kecantikan untuk wanita tercipta.
Jadi,
tak mengherankan kalau mandi lumpur menjadi salah satu kegiatan favorit
pengunjung titik ter-indah di dunia yang memisahkan Jordania dari
Israel dan Palestina itu. Seperti disaksikan Jawa Pos pada pertengahan
pekan lalu, hampir semua turis dari Eropa, baik muda maupun tua, mencoba
“ritual” tersebut.
Pengelola
tempat wisata yang di sisi Jordania resminya disebut Amman Beach itu
pun menyediakan semacam dua gentong berisi lumpur. Siapa saja bebas
mencicipi, sama sekali tak dipungut biaya.
“Asal
jangan kena mata tentunya, bahaya,” ingat Ahmed, salah seorang pengawas
pantai. Untuk itu, Ahmed kerap harus turun tangan mengingatkan para
pengunjung yang terlalu antusias mandi lumpur.
Laut
Mati sangat gampang dijangkau dari Amman, ibu kota Jordania. Cukup
dengan menyusuri Highway 65 dari Amman menuju Suwayma yang beraspal
mulus sekitar 40 menit, sampailah ke tempat yang sudah menjadi resor
kesehatan sejak dua ribu tahun silam itu. Paling gampang naik taksi atau
menyewa mobil. Sebab, jika memilih kendaraan umum berupa bus, harus
ganti jurusan dua-tiga kali.
Untuk
masuk ke lokasi wisata yang dalam bahasa Arab di sebut al-Bahr
al-Mayyit itu, pengunjung nonwarga Jordania harus membayar 15 dinar
Jordan (sekitar Rp 190 ribu). Di dalam, untuk menyewa handuk dan loker
dibutuhkan tambahan 3,5 dan 1,5 dinar lagi. Kalau lupa membawa celana
renang, siapkan 15 dinar untuk membeli. Tergolong mahal karena 1 dinar
Jordan sekarang bernilai USD 1,4. Selain menjadi “manusia lumpur”,
kegiatan favorit lain para pengunjung tentu saja menjadi “manusia ikan”.
Apa lagi kalau bukan mengapung dengan punggung di air. Coba cek di
internet, foto-foto terkait Yam-Hamelah (demikian nama Laut Mati dalam
bahasa Ibrani, Red) biasanya adalah para manusia ikan dadakan itu.
Kandungan
garam Laut Mati yang sangat tinggi memungkinkan itu. Tak sulit
melakukan. Cukup merebahkan diri dengan tetap menjaga keseimbangan,
jadilah Anda bisa tiduran di permukaan air. Terserah, bisa sambil baca
koran atau minum kopi sekalipun. Praktis, Laut Mati menyediakan
kesempatan terbaik untuk “balas dendam” bagi siapa saja yang tidak bisa
berenang. Bagi siapa saja yang setiap ke kolam renang selama ini harus
memilih berendam di bagian anak-anak. Kapan lagi bisa bermain-main di
permukaan air tanpa memakai ban atau harus menahan malu karena berada di
kategori kolam balita. Namun, tetap hati-hati, jangan sampai airnya
menyentuh mata atau hidung karena berbahaya.
“Saya
pikir tadi sulit (untuk rebahan). Ternyata tinggal tidur saja he...he,”
kata Gunter Meir, seorang wisatawan sepuh asal Jerman yang datang
bersama sang istri. Seperti halnya Gunter dan istri yang baru pertama
berkunjung, siapa saja yang berniat berwisata atau menikmati khasiat
kandungan mineral Laut Merah sebaiknya bergegas. Mumpung keistimewaan
tempat yang di kepercayaan Islam erat berkaitan dengan kisah Nabi Luth
tersebut belum hilang. Para pakar selama beberapa tahun terakhir terus
mengkhawatirkan kian anjloknya permukaan Laut Mati. Kalau pada 1970,
permukaannya tercatat 395 meter di bawah permukaan laut (dpl), pada 2006
sudah berada di level 423 meter dpl. Itu berarti rata-rata turun 1
meter per tahun.
Buntutnya,
karakteristik Laut Mati pun terancam. Sebab, permukaan air tanah ikut
tergerus infiltrasi air dari luar, terutama dari Sungai Jordan yang
bermuara di tempat tersebut. Kadar garamnya pun perlahan berkurang.
Padahal, justru di situlah letak keistimewaan Laut Mati.
Banyak
yang menuding, tingginya laju pembukaan lahan pertanian dan pembangunan
berbagai properti, seperti hotel dan apartemen, turut merusak
lingkungan Laut Mati. Kandungan air Laut Mati menjadi menyusut karena
sumber-sumber air dalam tanah tersedot berbagai proyek tersebut.
Suwayma, wilayah Laut Mati sisi Jordania berada, memang dikenal sebagai
sentra pertanian. Selain itu, di luar berbagai hotel, restoran, dan
supermarket, dalam hitungan Jawa Pos, setidaknya ada tiga bangunan baru
yang tengah digarap di sekitar Al Bahr Al Mayyit sisi Jordan. Salah satu
di antaranya, sebuah calon apartemen mewah. Penawaran untuk siapa saja
yang berniat membeli bahkan sudah mulai dibuka. “Miliki Apartemen yang
Langsung Menghadap Laut Mati.” Demikian bunyi billboard raksasa di depan
proyek apartemen itu.
Dengan
kebijakan perekonomian yang paling terbuka di kawasan Arab dan Timur
Tengah, laju investasi di Jordania memang termasuk tinggi. Negeri yang
dipimpin Raja Abdullah II itu memiliki perjanjian perdagangan bebas
paling banyak jika dibandingkan dengan semua negara sekawasan. Namun,
Jordania tampaknya juga sadar, kehilangan Laut Mati berarti kehilangan
lebih dari 600 ribu turis yang rata-rata berkunjung ke sana setiap
tahun. Laut Mati adalah andalan pariwisata mereka selain kota kuno Petra
dan kawasan gurun Wadi Rum. Dan, turisme adalah salah satu nyawa
perekonomian negeri monarki konstitusional tersebut, menyumbang 10-12
persen dari produk domestik bruto.
Karena
itu, sejak 2009 hingga kini Jordania “yang sangat miskin sumber air”
serius menggarap Jordan National Red Sea Development Project. Itu adalah
proyek air bersih sekaligus konservasi Laut Mati.
Jadi,
air laut dari Teluk Aqaba disalurkan melalui pipa untuk menjalani
proses “degaramisasi” agar bisa dijadikan sumber air minum. Nah, air
laut yang tersisa alias tak tersaring dialirkan ke Laut Mati untuk
menjaga jumlah kandungan air serta, yang paling penting, kadar
garamnya.
Hingga
kini, infrastruktur proyek itu belum seratus persen selesai.
Efektivitasnya untuk menyelamatkan Laut Mati otomatis belum terbukti.
Karena itu, sebelum benar-benar mati, segeralah ke Laut Mati.